Dilema Petrus Menurut Guru Gembul, Solusi atau Pelanggaran HAM?
![]() |
Kentus, Monyol, Manti |
Ketika "Penegak Hukum" Jadi Hakim Sekaligus Algojo
MANGENJANG.COM - "Bayangkan, preman yang biasa palak warga tiba-tiba hilang. Esoknya, mayatnya ditemukan di perempatan jalan dengan lubang peluru di kepala." Begitu Guru Gembul menggambarkan operasi Petrus di Yogyakarta. Program ini, meski dianggap sukses tekan premanisme, menyisakan pertanyaan: sejauh mana negara boleh main hakim sendiri?Demonstrasi Kekerasan untuk Efek Jera
Guru Gembul menjelaskan logika di balik eksekusi terbuka: "Di daerah rawan kriminal, mayat sengaja dibiarkan terlihat agar preman lain kapok." Tapi di wilayah aman seperti Sumedang, korban justru "dihilangkan" tanpa jejak—mirip kisah Gunung Gelap yang angker karena dijadikan kuburan massal.Sistem vs. Mentalitas Penegak
"Masalahnya bukan Petrus-nya, tapi siapa yang menjalankan," tegas Guru Gembul. Tanpa pengadilan, sistem ini rentan disalahgunakan: aktivis seperti Wiji Thukul atau orang yang dilapori "julid" bisa jadi korban. "Kalau saya punya utang 100 juta, cukup lapor ke Kodim bahwa si A preman—dia bisa lenyap besoknya," ujarnya satire.Guru Gembul mengajak publik kritis: "Daripada minta Petrus kembali, perbaiki mental penegak hukum. Sistem bagus pun bisa jadi bencana di tangan yang salah."***
Sumber: YouTube Guru Gembul